Informasi Desa
Sejarah Desa
Wilayah Bengbulang dahulu merupakan wilayah belantara bagian dari Kerajaan Galuh. Keberadaan penduduk diwilayah tersebut mulai ada diperkirakan sejak jaman Pajajaran pada masa Sri Baduga Maharaja Silihwangi..Hal ini didasarkan pada tutur lisan dari para leluhur desa Bengbulang yang selalu berkisah turun temurun tentang keberadaan orang-orang Pajajaran. Mereka datang membuka hutan belantara sebagai tempat tinggal baru. Sebagai penganut Hindu Budha mereka mendirikan sasana lingga ( tempat lingga yoni ) atau disebut lingga sana ( kini tempat tersebut dikenal dengan nama Linggasari ) sebagai tempat sebahyang untuk memuja para Dewa. Mereka beranak pinak, bahkan hingga kini sebagian masyarakat Bengbulang menyakini keberadaannya masih ada.
Setelah tersebarnya agama Islam diwilayah Kerajaan Pajajaran ahirnya penduduk Kerajaan Pajajaran terbagi-bagi sesuai dengan prinsip yang mereka anut. Akibat tekanan dari meluasnya penyebaran agama Islam,terutama upaya dari anaknya Kian Santang atau Raden Sangara yang terus menerus mebujuknya agar masuk Islam,kemudian dengan kebijaksanaannya Raja Pajajaran Sri Baduga Maharaja Siliwangi yang memberikan kebebasan kepada para kawulanya untuk mengikuti jalan keyakinan masing-masing.Bagi mereka yang masih tetap setia mengikuti sang Prabu mereka akan mengikuti jejak Prabu Silihwangi yang bagi sebagian orang Baginda dianggap silem atau tilem ( menghilang masuk kedalam alam gaib ) sebab belum mau menerima agama Islam. Bagi mereka yang tertarik pada ajaran Islam mereka menerima dan memeluknya dengan suka rela.Bagi mereka yang tidak berpihak akan memilih jalan sendiri tidak mengikuti Sang Prabu ataupun masuk Islam.Itu pula yang terjadi bagi kawula Pajajaran yang berada diwilayah Bengbulang dulu, sebab tidak mau menerima Islam sebagai agama mereka,kemudian sebagian besar dari mereka lebih memilih mengasingkan diri dari manusia ( silem atau tilem ).Atas kejadian tersebut kemudian tempat silem atau tilemnya kawula Pajajaran disebut Pasileman atau Pasaleman. Pasileman inilah yang menjadi cikal bakal wilayah Bengbulang dikemudian hari. Hingga saat sekarang secara tidak disengaja orang Pasaleman bisa dijumpai. Mereka tidak berinteraksi dengan yang lain,tidak mau berkomunikasi dan selalu menghindar. Orang menyebut sebagai orang Pajajaran. Ciri yang menonjol dari mereka adalah memiiki hidung yang sangat pesek mirip hidung harimau dan tidak bermata kaki.
Kawula Bengbulang sebelumnya adalah penganut agama Hindu Budha.Pengembaraan Syeh Mahdum Wali dan Banyak Belanak ( Senopati Mangkubumi I ) dari Pasir Luhur menjadi awal tersebarnya agama Islam di wilayah Bengbulang.Dalam lawatannya sekitar tahun 1546 M kewilayah ,Penyarang Desa Kunci, Sidareja untuk bertemu saudaranya yang masih sama-sama trah Silihwangi, anak-anak dari Candi Laras ( Arya Gagak Ngampar III ) yakni,Ki Hadeg Cisagu dan anaknya Kyai Arsagati dan serta menantunya Kyai Ranggasena,yang merupakan pindahan dari istana Salang Kuning, Dayeuhluhur, kemudian singgah di Bengbulang menyiarkan Islam kepada kawula Pajajaran yang saat itu masih memeluk agama Hindu Budha.Setelah melewati kampung Budha kemudian berjalan menyusuri aliran sungai sampai ke Pasaleman.Dikemudian hari orang menamakan aliran sungai tersebut dengan nama Sungai Ciraja yang berasal dari bahasa Sunda Cai ( air ) dan Raja ( penguasa ) maksudnya sungai yang pernah dilalui oleh Penguasa.Raja atau Penguasa yang dimaksud adalah Banyak Belanak sebagai penguasa Pasir Luhur dan Syeh Mahdum Wali yang merupakan utusan Kasultanan Demak.Sebuah sumur yang kemudian disebut sebagai sumur Wali ( berada di grumbul Cipeusing ) menjadi saksi jejak datangnya Islam diwilayah tersebut.Adalah Sembah Dalem Maribaya yang datang dari Kunci yang kemudian meneruskan dakwah dari Syeh Mahdum Wali dan Banyak Belanak ( Senopati Mangkubumi I ),Sebagai daerah yang pernah tersinggahi oleh Wali Alloh tidak mengherankan jika hampir disetiap grumbul dapat ditemui wilayah kekeramatan yang seolah menjandi kunci bagi daerah tersebut,sehingga keberadaan tempat tinggalnya secara umum kemudian dikenal sebagai Pakuncian atau Pakuncen.
Bersama Eyang Mangut sebagai Jaga Baya,Sembah Maribaya mengelola daerah Pakuncen dan sekitarnya.Mereka bergaul bersama kawula Pajajaran yang tidak tilem dan telah berpindah keyakinan dari keyakinan mereka semula.Turun temurun mendiami wilayah tersebut sehingga semakin luas dan bertambah penduduknya.
Pada tahun 1830 M Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda.Karena dituding berkoplot dengan Pangeran Diponegoro Tumenggung Purwonegoro Adipati Dayeuhluhur dilengserkan dan 1831 M Dayeuluhur sebagai Kadipaten dibubarkan oleh Belanda.Setelah penangkapan Pangeran Diponegoro dan dibubarkannya Dayeuhluhur sebagi kadipaten banyak para laskar pengikut Pangeran Diponegoro yang berlari menghindari kejaran pasukan Belanda. 1835 M diantaranya Sembah Dalem Suwargi ( Tanjungsari ),Sembah Jumara ( Cipicung ),Sembah Dalem Buyut Bangun Tapas ( Linggasari ) sampai diwilayah Pasaleman, Pakuncen dan sekitarnyaMasa itu wilayah Pakuncen dan Pesaleman yang menjadi tokoh tetuanya adalah Kyai Singaranu.Kedatangan Sembah Buyut Bangun Tapas diwilayah Pakuncen dan Pesaleman diterima dengan sangat baik oleh Kyai Singaranu.Bahkan karena kepiawaiannya Sembah Buyut Bangun Tapas menjaga ketentraman daerah dari gangguan durjana,hewan buas dan yang lainnya,Kyai Singaranu sangat bersimpati.Atas dasar semua itu kemudian Kyai Singaranu menghadiahkan tanah untuk ditempati dan dimanfaatkan hasilnya.Lambat laun Pakuncen dan Pasaleman lebih banyak dikenal orang sebagai tempat yang aman dan pencerahan.Karena hal itulah ahirnya banyak orang menyebut daerah tersebut sebagai daerah Bongbolongan ( pencerahan ).Seiring waktu yang terus bergulir kata Bongbolongan yang sering diucapkan berubah pelafalan menjadi Bengbulang.
Semenjak kedatangan para mantan laskar Pangeran Diponegoro nama Bengbulang semakin dikenal sebagai nama wilayah. Diera 1900-an dimasa perjuangan kemerdekaan Bengbulang telah dikenal sebagai sebuah desa,dengan jabatan lurah sebagai pemangku wilayah.Diera pergerakan ini pula wilayah Bengbulang menjadi lalu lalang para pejuang kemerdekaan. Pada masa ini sekitar 1928 sampai 1942 jabatan lurah Bengbulang di emban oleh Lurah Cawikrama ( dikenal juga dengan sebutan Lurah Kidang ) dengan empat dusun yaitu:Dusun Cikeu,Dusun Bengbulang, Dusun Pakuncen dan Dusun Cipicung,pusat pemerintahannya di Pakuncen. Sepeninggalnya tahun 1942 sampai tahun 1945 terjadi kekosongan Lurah. Sebagai penggatinya ditunjuk seorang kartiker Penjabat sementara yang masing-masing di jabat oleh Suramenawi yang menjabat selama 8 bulan kemudian digantikan oleh Truna Wijaya Bau dari Bengbulang.Sepeninggalnya digantikan oleh Perna Wikrama dari Pekuncen.Tahun 1945 berlangsung pemilihan Kepala Desa dan dimenangkan oleh Datan Tamireja atau yang lebih dikenal sebagai Lurah Penatus.Pusat pemerintahannya berada di Bengbulang .Beliu menjabat dari tahun 1945 sampai dengan 1987. Sesudah itu kemudian Lurah Bengbulang bergantian dijabat oleh:
• Tahun 1988-1996 dijabat oleh Madyusa/Juhro.
• Tahun 1998-2007 dijabat oleh Kusno.Diera ini Dusun Cikeu dimekarkan menjadi desa tersendiri dengan nama Desa Sidamulya.Untuk selanjutnya Desa Bengbulang terdapat tiga wilayah dusun yakni Dusun Bengbulang,Dusun Pakuncen dan Dusun Cipicung
• Tahun 2007-2013 dijabat oleh Sutejo,S.Pd.
• Tahun 2013-2019 dijabat oleh Sutejo,S.Pd.
• Tahun 2019-Sekarang dijabat oleh Sudiro.
Tabel 1
Daftar Nama Kepala Desa Bengbulang
No. Nama Jabatan Masa Jabatan Ket
1 DATAN TAMIREJA Kepala Desa 1945-1987
2 MADYUSA Kepala Desa 1988-1996
3 KUSNO Kepala Desa 1999-2007
4 SUTEJO, S.Pd Kepala Desa 2007-2019
5 SUDIRO Kepala Desa 2019- Sekarang
Tabel 2
Data Sejarah Kejadian Baik Dan Buruk
NO TAHUN KEJADIAN BAIK KEJADIAN BURUK
1 2 3 4
1 Berdirinya Desa Bengbulang
2 1942-1945 Era Penjajajahan Jepang
3 1945-1949 Perang Revolusi
4 1952-1962 Pemmberontakan DI / TII
5 1965 G 30 S/ PKI
Bengbulang — 4 bulan yang lalu